Potensi Ganggung (PG) atau Faktor Korelatif Krimonogen (FKK): Pre-emtif


Potensi Gangguan (PG) menempati tahap awal dari kegiacan intelijen yang ditandai dengan adanya dinamika dalam masyarakat. Adanya aktivitas sehari-hari dalam ranah poleksosbud, seperti kampanye politik, perdagangan, dan lain sebagainya, merupakan aktivitas yang punya potensi memberi gangguan. Sejak awal intelijen bertugas melakukan deteksi terhadap dinamika yang ada dalam masyarakar. Intelijen melakukan kegiatan pengawasan terhadap semua aliran yang berkembang dalam kelompok masyarakat atau yang terdapat dalam diri perorangan ataupun golongan penduduk yang ada dalam wilayah Republik Indonesia atau yang datang dari luar, serta memiliki potensi membahayakan rakyat, bangsa, dan keamanan nasional.

Oleh karena itu dilihat dari perspektif internal, intel berperan dalam memberi perkiraan keadaan (Kirka) untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam menentukan pemetaan daerah, yang dilihat adalah dari tingkat kerawanannya, dalam hal ini berguna untuk menyusun program jangka panjang sebagai bahan masukan dalam membuat rencana strategis (Renstra) tahunan Polri dan juga bermanfaat untuk menyusun program atau kegiatan intelijen strategis lima tahunan. Atas dasar itulah Polri membuat ranking Polda berdasarkan tingkat kerawanannya. Selain itu, juga akan berpengaruh pada anggaran yang ditentukan oleh Deputi Perencanaan dan Pengembangan (Derenbang). Di sini terkesan bahwa Derenbang bagi-bagi anggaran berdasarkan titik kerawanan.

Sebaliknya jika dilihat dari perspektif eksternalnya, intelijen memberi analisis pemetaan mengenai adanya kemungkinan dampak sebuah situasi, dari satu dimensi ke dimensi lainnya. Dalam kasus terorisme misalnya, aspek yang terlibat dan mendapat pengaruh tidak hanya dimensi keamanan tradisional, tetapi juga dimensi kehidupan beragama, politik, ekonomi, sosial budaya, dan dimensi lainnya. Tampaknya dalam kegiatan intelijen, hadirnya penetrasi ideologi radikal mendapat perhatian khusus. Demikian juga pengalaman tempur para teroris merupakan hal penting untuk dilacak. Lebih jauh lagi, pelacakan dilakukan sampai pada pengaruh pemikiran dari kelompok-kelompok tertentu terhadap paradigma sang teroris. Inilah contoh bagaimana analisis multidimensional dilakukan sampai pada pertanyaan mengapa seseorang sampai menjadi teroris.

Di dalam kerja intelijen, seorang agen tidak selalu dan selamanya turun ke lapangan. Dalam rangka menghasilkan produk intelijen, baik Informasi maupun analisis, semuanya dapat dilakukan dari jarak jauh, Mungkin ini dapat dianggap sebagai temuan penting dalam penelitian ini, karena banyak dugaan klasik yang keliru mengenai polisi, bahwa polisi yang tidak turun ke lapangan dianggap tidak bekerja. Karena dalam realitasnya, intelijen tidak terlalu membutuhkan pendekatan langsung ke lapangan.

Selanjutnya, di antara kerja intelijen dalam tahap PG/FKK adalah mengupas unsur yang ada di balik fenomena tersebut. Bila suatu kebijakan memiliki potensi yang dapat mengakibatkan sebuah Gangguan Nyata (GN), misalnya dalam kasus banjir, maka yang digali masalahnya adalah bukan hanya mengenai penggundulan hutan, akan tetapi juga mengenai kebijakannya.

Jadi, analisis seperti di atas sesungguhnya bernuansa pre-emtif, karena aksi atau tindakan tersebut menggunakan kombinasi deteksi dan pendekatan multidimensi dalam melakukan analisisnya. Orang juga sering menyebutnya analisis kontekstual. Artinya, sekaligus mengaktifkan koordinasi antara organisasinya dan instansi lain, yang dalam Angkatan Darat terdapat unsur ipoleksosbud. Maka, yang dimaksud dengan pre-emtif tentunya bertujuan untuk mencegah terjadinya PH dan AF, dengan cara melakukan analisis situasi, kemudian membuat prediksi dari gejala awal yang ada.

Dari beberapa hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam melakukan analisis dibutuhkan analisis berdasarkan konsep dan teori yang relevan untuk membangun prediksi ke depan yang tepat. Maka, yang dimaksud dengan "tugas pre-emrif mempunyai arti mencegah agar tidak terjadi PH dan AF. Sementara AF dan FKK diambil dari kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat."

Upaya menghimpun data merupakan upaya yang penting, begitu pula dengan analisis dan evaluasi berdasarkan konsep dan teori yang relevan. Tujuannya agar mampu membuat forecasting yang tepat.

Berbagai macam gejala juga berpotensi menjadi ancaman, dan gejala semacam ini juga menjadi garapan intel. Misalnya, sesuatu "digarap oleh interpol dengan prioritas untuk mendapatkan FKK yang isinya berupa fenornena atau gejala potensial yang menjadi gangguan keamanan.” Gejala lain yang dapat diangkat dan dijadikan contoh adalah Potensi gangguan (PG) atau Faktor Korelatit Kriminogen (FKK) sebagai aspirasi ekstrem dari calon pelaku kriminal.

Aktivitas masyarakat sipil yang serupa dengan aktivitas intelijen juga merupakan contoh gejala yang perlu diwaspadai berpotensi gangguan. Rapat rahasia (rendezvous) misalnya, merupakan rapat atau pertemuan antara dua atau lebih anggota untuk suatu operasi. Dalam operasi klandestin (OK), model rapat semacam ini memiliki tujuan yang serupa, yaitu memberdayakan agen klandestin (AK). Sementara rendezvous merupakan cara yang paling sering digunakan oleh Operasi Klandestin (OK) dengan beberapa tujuan, Tujuan-tujuan tersebut adalah:

1.        Penyampaian info atau keterangan (lisan, tertulis, dokumen, film, dan lain sebagainya);

2.        Melatih memberi briefing dan debriefing kepada agen;

3.        Merencanakan operasi secara sendiri-sendiri atau bersama-sama;

4.        Mengumpulkan dan mendaftarkan atau menugaskan para agen;

5.        Memecat atau memberhentikan agen.

Rapat seperti ini yang dilakukan oleh masyarakat sipil biasa, dapat dikategorikan sebagai PG/FKK. Penyikapannya dengan menetralisir kegiatan tersebut melalui operasi yang dilakukan petugas intelijen dengan melakukan penggalangan.

 

 



[1]. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, 2013, Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 86.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Roda Perputaran Intelijen

Ambang Gangguan (AG) atau Police-Hazard (PH): Preventif[