Komitmen Anggota Intelijen

 

Intelijen adalah profesi yang unik. Karakteristiknya pun berbeda dengan pegawai negeri lainnya. Bahkan, masyarakat menandai profesi intelijen sebagai profesi yang misterius. Rahasia, tertutup, anonim, militan, adalah ciri-ciri yang melekat pada profesi intelijen. Belum lagi, profesi ini juga mensyaratkan kecerdasan Sebab, intelijen juga berarti intelegensia.

Artikulasi keunikan profesi intelijen menjadi lebih jelas manakala dilekatkan pada risiko berat dari profesi ini. Tidak berlebihan, aktivitas intelijen, khususnya di daerah “lawan” mempertaruhkan jiwa raga aparaturnya. Sebagai ilustrasi, adanya kasus-kasus hilang atau tewasnya anggota intelijen dalam rangka melindungi kepentingan umum yang lebih besar.

Biasa pula terjadi, bila ada anggota intelijen yang tewas dalam rangka penugasan yang memerlukan kerahasiaan penuh, maka bisa saja kematiannya dirahasiakan masyarakat umum, atau bahkan kepada keluarganya sendiri.

Dari sisi yang lain, bagaimanapun anggota intelijen adalah manusia biasa, yang juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar bersifat fisik dan nonfisik. Kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian, atau rumah, sedangkan kebutuhan nonfisik seperti kebutuhan biologis, penghargaan, ketenangan, dan keamanan.

Dengan uraian-uraian sebagaimana digambarkan di atas, maka tidak mudah untuk mencari anggota intelijen yang memiliki dedikasi dalam melakukan pekerjaan intelijen. Untuk itu perlu dicari anggota yang memiliki komitmen pada profesi intelijen, yaitu anggota yang rela melepaskan sebagian kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan siap pula menghadapi risiko-risiko tugasnya sebagai anggota intelijen.

 

“Komitmen” adalah kenyataan sikap individu yang secara sadar dan sungguh sungguh mau memahami dan melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya, dengan segala risiko yang akan dihadapinya.

Anggota intelijen harus memahami sekali misi organisasinya, memahami perannya dalam organisasi, dan memahami benar bahwa keberhasilan tugasnya akan menentukan keberhasilan organisasinya.

Dengan demikian, komitmen menjadi sangat berarti dan mutlak sekali dimiliki oleh anggota intelijen. Sebab, tanpa komitmen bisa saja seorang anggota intelijen akan mudah membocorkan rahasia, hanya karena diiming-imingi sejumlah uang atau hal yang menyenangkan. Tanpa komitmen pula, tidak mustahil ada anggota intelijen yang memilih untuk menyerah atau lari dari tugas karena menghadapi risiko yang mengancam diri atau keluarganya. Padahal, tindakan di lain pihak, membocorkan rahasia dan atau disersi dari tugasnya, akan menimbulkan dampak besar kepada satuannya. Pada gilirannya, apabila hal-hal seperti itu terakumulasi, tentu dapat berdampak pada rasa aman masyarakat.

Banyak hal yang perlu dilakukan agar anggota intelijen mempunyai komitmen seperti yang dibutuhkan. Tidak hanya dengan memberikan kesejahteraan yang cukup. Tidak juga hanya dengan pendidikan dan latihan yang rutin. Yang lebih esensial adalah membangun kepercayaan dan kecintaan terhadap tugas, kecintaan dan rasa memiliki terhadap kesatuan, serta kepemimpinan yang dapat dijadikan panutan dan memberikan perlindungan.

Membangun kepercayaan, kecintaan dan rasa memiliki terhadap kesatuan adalah membangun sikap mental perorangan yang harus dimulai sejak dini, sejak seorang dilantik menjadi anggota mtelijen.

Untuk terwujudnya komitmen anggota intelijen itu, faktor organ atau saran Intelijen sangat menentukan. Sebab, organ tersebut merupakan wadah tempat membangun sikap mental anggota dimaksud. Untuk itu organ intelijen harus merupakan scsuatu yang “bersih”, dipercaya, patut dicintai, dibanggakan oleh anggota-anggotanya, dan di mana anggota juga merasa terlindungi dalam kehidupan dan kariernya.

 

Komitmen intelijen juga sangat terkait dengan penghayatan insan intelijen terhadap doktrin dan sumpah intelijen. Doktrin intelijen yang diredusir BRANI, yang masih sangat relevan untuk dipahami dan dihayati setiap insan intelijen, berbunyi :

1.             Sebagai prajurit perang, pikiran negara Republik Indonesia aku lahir.

2.             Sebagai prajurit perang, pikiran aku berusaha menjamin keselamatan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

3.             Sebagai prajurit perang, pikiran aku bertempat luas dan dalam.

4.             Sebagai prajurit perang, pikiran aku bekerja dan berjuang di mana saja aku berada.

5.             Sebagai prajurit perang, pikiran aku hilang.

 

Sedang sumpah intelijen yang dipegang anggota BIN, berbunyi:

1.             Setia kepada pemerintah dan Negara Republik Indonesia yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2.             Memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan, dengan tidak membantah perintah atau putusan dinas.

3.             Menjunjung kehormatan korps intelijen setinggi-tingginya di setiap tempat, waktu, dan dalam keadaan bagaimanapun juga.

4.             Meningkatkan kemampuan intelijen, dan pantang menyerah dalam melaksanakan segala tugas dan kewajiban jabatan.

5.             Memegang segala rahasia negara sekeras-kerasnya.



[1].  Y. Wahyu Sasronto : Intelijen “Teori Intelijen dan Pembangunan Jaringan, Cetakan I 2020, Penerbit Andi Yogyakarta, hlm 19.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Roda Perputaran Intelijen

Ambang Gangguan (AG) atau Police-Hazard (PH): Preventif[